Kompos dari Limbah Pertanian

Saat panen tiba memang tidak semua hasil panen bisa dijual, sebagian tentu menjadi limbah pertanian. Seperti jerami, batang jagung, daun tebu, dan banyak sisa dari panen yang dibuang da biasa dibakar untuk membersihkannya. Padahal bila diproses menjadi kompos, akan memberi nilai tambah bagi para petani dan juga bisa menambah kesuburan tanah pertanian.

Memang persoalan pengolahan limbah pertanian ini kadang terkendala minimnya lahan, dan teknik composting yang belum dikuasaai oleh para petani. Padahal bila semua limbah pertanian ini dimanfaatkan, akan menciptakan siklus tanam yang hijau, artinya bisa mendaur-ulang sisa tanam menjadi berguna untuk proses tanam. Sehingga hasil tanam bisa lebih baik di masa datang.

Sebenarnya selama siklus tanam ada istilah masa tunggu untuk mengistirahatkan lahan pertanian. Meskipun lebih banyak yang melakukan pembakaran sisa panen, dengan alasan abunya bisa menjadi pupuk. Padahal konsep ini jauh dari menguntungkan, abu tidak memberi umsur hara yang optimal bagi lahan pertanian. Justru saat sisa panen dibikin kompos, akan meningkatkan mutu lahan dan bisa meningkatkan kualitas hasil panen.

Memang ada masalah pokok untuk composting sisa panen yang masih banyak menjadi halangan. Mulai dari teknik pengomposan, lahan pengomposan, dan masa tunggu penggarapan lahan. Semua ini bisa menjadi tantangan dan juga peluang bagi para petani. Meskipun sebenarnya semuanya bisa ditata-ulang sehingga kualitas lahan dan hasil panen bisa ditingkatkan mutunya.

Menyediakan lahan pengomposan bagi sisa panen

Sisa panen biasanya memang dalam jumlah yang besar, seperti jerami, sisa daun tebu, batang jagung, yang membutuhkan lahan cukup untuk mengolah menjadi kompos. Meskipun sebenarnya pengomposan bisa dilakukan disisi lahan, dengan melakukan rotasi lahan cocok tanam. Rotasi atau pengaturan lahan ini bisa dilakukan dengan mengoptimalkan lahan yang akan digunakan. Meskipun biasanya masa tunggu 2 minggu bisa digunakan untuk proses composting, namun efisien penggunaan lahan akan meningkat bila lahan bisa didaur-ulang secara sempurna.

Biasanya masa tanam memang lebih sering dilakukan serentak, untuk efisiensi penggarapan maupun tata laksana. Namun memasukan masa pengomposa ke dalam masa tanam, akan memberi nilai lebih pada lahan pertanian. Lahan yang digunakan pengomposan memang harus disesuaikan dengan banyaknya sisa panen, biasanya tidak terlalu banyak, kadang bisa dilakukan di sisi lahan yang kosong.

Sebenarnya lahan ladang di sisi lahan cocok tanam bisa digunakan untuk lahan pengomposan. Hal ini bisa disinergikan dengan ladang yang menjadi sampingan bagi para petani. Bahkan pengomposan yang rutin bisa menjadi ladang baru bagi para petani, selain bisa menghasilkan kompos, juga bisa memberi nilai tambah bagi para petani.

Teknik pengomposan yang sederhana

Memang teknik pengomposan bisa bermacam-macam, namun teknik pengomposan yang sederhana bisa dilakukan di lahan pertanian. Namun prinsip pengomposan yang optimal akan membantu memproses sisa panen menjadi lebih efektif. Kuantitas sisa panen yang cukup banyak bisa menjadi kendala dalam proses pengomposan. Meskipun bisa disiasati dengan membagi beberapa lahan untuk pengomposan.

Teknik pengomposan yang sederhana bisa dilakukan dengan menggunakan terpal atau plastik sebagai komposter. Teknik ini akan bisa memproses sisa panen dalam jumlah yang sangat besar dalam waktu yang sama. Sehingga akan menghemat waktu pengomposan. Namun proses pengomposan harus tetap bisa dikendalikan, sehingga bisa menjamin kualitas hasil pengomposan.

Kompos dari limbah pertanian ini akan memberi banyak manfaat bagi petani, selain bisa menghasilkan kompos, juga memberi nilai tambah bagu petani. Pengomposan sisa panen juga lebih ramah terhadap lingkungan, bila dibandingkan dengan membakar sisa panen ini. Maka composting limbah pertanian adalah solusi terbaik bagi pengolahan sisa panen.
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »
logo
Copyright © 2013. detipso - All Rights Reserved | Template Created by Infotipso Proudly powered by Blogger